Hukuman Mati di China

Di Indonesia banyak koruptor dituntut lebih ringan daripada maling ayam

Hukuman Mati di China

Di Indonesia koruptor dituntut 3 tahun penjara, sementara tersangka pencuri sandal jepit dituntut 5 tahun penjara.

Koruptor dan Pengedar Narkoba tidak ada tempat di China

Di Indonesia tersangka koruptor pura-pura sakit, maling ayam digebukin sampai bonyok, tapi berjiwa besar mau menjalani persidangan

Death Penalty in China

Dari pada repot tikus koruptor mending dihajar aja sampai mati sama orang sekampung terus cemplungin ke septic tank

Hukuman untuk koruptor di Indonesia

Room Service Penalty, sekelas hotel berbintang, TV plasma, alat kebugaran dan mobil mewah plus sopir terparkir di halaman LP

Hukuman Mati Bagi Koruptor

Tampaknya Indonesia harus meniru China yang memberlakukan hukuman mati terhadap pelaku kriminal berat seperti pengedar narkoba dan koruptor. Berikut ini adalah foto-foto para terdakwa hukuman mati di China.

Death Penalty in China 1

Death Penalty in China 2

Death Penalty in China 3

Death Penalty in China 4

Nah yang satu ini sangat jauh berbeda, makanya korupsi mustahil dapat diberantas di Indonesia. Terimakasih bapak/ibu anggota DPR yang telah mensyahkan UU yang menyenangkan para koruptor. Mudah-mudahan segala amal dan trik bapak ibu mendapat balasan yang setimpal oleh Allah S.W.T. Amin.

Room Service Penalty in Indonesia, Tahanan mewah para koruptor di Indonesia.

Artalyta Suryani dan Kasus Penyuapan Jaksa dan Mafia Peradilan

Di bawah adalah artikel-artikel yang memuat berbagai kasus tentang Mafia Peradilan. Terdakwa bisa membayar sejumlah uang ke oknum polisi atau kejaksaan untuk keringanan hukuman.

Di Majalah Trust disebutkan bagaimana para jaksa hidup dengan mewah meski penghasilannya biasa-biasa saja. Pelataran Parkir Mabes Polri juga dipenuhi mobil mewah. Ada juga pengakuan seorang pengacara sebagai berikut:

Nyanyian lain tentang kemaruknya jaksa datang dari seorang pengacara. Katanya, untuk bisa negosiasi dengan jaksa, paling tidak harus menyiapkan dana Rp 500 juta.

Pembagian duitnya pun bervariasi sesuai kepangkatan. Kajati, misalnya, mendapat Rp 250 juta. Pejabat setingkat Asisten Jaksa Tinggi mendapat Rp 125 juta. Lalu, sisanya diberikan kepada jaksa cere yang mondar-mandir di pengadilan. “Kami membayar setelah putusan diketuk dan biasanya di Hotel Sahid dan Hotel Kartika Chandra,” tutur si pengacara.

Di Kompas ditulis cuplikan transkrip percakapan antara seorang jaksa dengan terdakwa. Jaksa tersebut mengatakan bahwa dia akan dicopot sambil tertawa ringan. Sepertinya dia tidak merasa takut sama sekali. Memang banyak aparat hukum yang dicopot dari jabatannya ketika melakukan pelanggaran hukum. Tapi setahun dua tahun kemudian kembali menduduki jabatan lagi. Oleh karena itu pencopotan jabatan bukanlah sesuatu hal yang harus ditakuti.

Harusnya jika ada Jaksa yang korup, bukan sekedar dicopot dari jabatannya. Tapi harta hasil korupsi harus disita. Dia harus dipecat dan diseret ke pengadilan untuk dihukum sebesar-besarnya. Ini agar timbul efek jera.

Andrinof A Chaniago dari CIRUS dalam makalahnya tentang “Reformasi Institusi Kejaksaan dan Kepolisian” mengungkap berbagai kasus suap terhadap polisi dan kejaksaan.

http://cirus.or.id/2008/06/19/membaca-arah-reformasi-institusi-kejaksaan-dan-kepolisian/#more-11

Sebagai aparat hukum, para polisi, jaksa, dan hakim seolah-olah bukan sekedar penegak hukum. Tapi memiliki hukum. Sehingga timbul kasus “jual-beli” hukum.

Pemerintah telah membentuk Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, dsb namun gagal membersihkan lembaga tersebut. Untuk itu pemerintah perlu membentuk Lembaga yang tingkatnya di atas Jaksa Agung, Kapolri, dan Ketua MA, sehingga jika kesalahan melibatkan pejabat tertinggi, maka lembaga ini tetap mampu bertindak tegas. Jika masih di bawah, maka akan kembali lunglai. Tidak bergigi. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) semoga bisa bertindak seperti itu.

Berbagai pejabat tinggi yang ditaruh di posisi puncak seperti Baharuddin Lopa, Abdul Rahman Saleh, dan terakhir Hendarman Supandji tidak mampu membersihkan Kejaksaan Agung dari jaksa-jaksa yang korup. Untuk itu perlu direkrut orang-orang dari luar yang menguasai manajemen dan tahu mengenai masalah hukum. Bukan cuma ditaruh di posisi puncak sebagai Jaksa Agung, tapi di level bawahnya seperti Jaksa Agung Muda juga harus ditaruh orang luar yang benar-benar bersih. Mereka inilah yang mengatur para jaksa di bawahnya dan membersihkan jaksa-jaksa yang kotor. Di lembaga hukum lainnya seperti Polri dan MA hal ini juga harus diterapkan.

Semoga Lembaga-lembaga hukum kita bisa menjadi bersih sehingga benar-benar bisa menegakkan hukum dengan adil.

Lihat Rekaman KPK, Artalyta Tak Berkutik

Kompas.com, Senin, 2 Juni 2008

Laporan wartawan Persda Network, Yuli Sulistyawan

JAKARTA, SENIN – Artalyta Suryani alias Ayin tak bisa berkutik menghadapi jaksa KPK. Ayin hanya tertunduk lesu ketika jaksa KPK memperlihatkan gambar rekaman dan suara hasil penyadapan telepon Ayin dengan jaksa Urip sebelum transaksi suap sebesar 660.000 dolar AS.

Setidaknya, ada tiga potongan rekaman video yang memperlihatkan Ayin mendatangi Gedung Bundar tempat jaksa Urip berkantor, Ayin melakukan pertemuan dengan Urip di Hotel Milenium, Jakarta, dan gambar penangkapan Urip di depan rumah Artalyta di Jl Terusan Hang Lekir Blok WG nomor 9, Simprug, Jaksel.

KPK juga memutar enam hasil penyadapan yang dilakukan antara Ayin dengan Urip, dan percakapan antara Ayin dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Untung Udjie Santoso.

Di rekaman gambar pertemuan antara Urip dengan Ayin di Hotel Milenium pada 19 Desember, wajah Artalyta terlihat jelas. Sedangkan Urip, terlihat dari belakang. “Benar, laki-laki yang menghadap ke AS (Artalyta) adalah Urip,” tegas Juliawan saat ditanya hakim ketua Mansyurdin Chaniago di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/6).

Dari enam percakapan melalui telepon yang disadap KPK, terungkap Ayin Memberikan uang untuk Urip agar penyelidikan yang dilakukan Kejagung terhadap Bank BDNI milik Sjamsul Nursalim hasilnya tidak memberatkan Sjamsul Nursalim.

Pada percakapan yang disadap KPK tanggal 27 Februari 2008, terungkap Urip menjelaskan kepada Ayin bahwa hasil penyeldikan BLBI tidak akan diketemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Sjamsul Nursalim.

“Nanti gini lho bunyinya, setelah dilakukan penyelidikan selama ini, nanti tidak ditemukan melawan hukum. Bahwa ini sesuai peraturan ini itu, kemudian telah dihitung appraisal, dan itu benar semua,” ujar Urip.

Mendengar penjelasan Urip, Artalyta mengatakan dirinya sudah siap, “Saya tinggal tunggu waktu,” tegas Ayin. Mendapatkan jawaban Ayin, Urip meminta supaya ditambahkan bonus dari janji uang sebesar 660.000 dolar AS. “Sesuai yang aku bilang kemarin, bonusnya ya. Tambahin ya,” tegas Urip.

Namun Ayin mengatakan, bahwa 660.000 telah disetujui Istri Sjamsul Nursalim. “Aku dan commit dan itu telah disetuji Ibu (Itjhih Nursalim), jumlahnya sesuai yang diawal,” ujar Ayin. Namun Urip menimpali lagi, “Tambahin dikit ya,”.

Ayin yang ditanya hakim apakah suara tersebut adalah suaranya, Ayin membenarkan. “Iya pak,” ujar Ayin dengan tertunduk.

http://www.kompas.com/read/xml/2008/06/02/1732374/lihat.rekaman.kpk.artalyta.tak.berkutik.

Artalyta Tersenyum Dengar Rekaman Suapnya

THE JAKARTA POST/RICKY YUDHISTIRA

Senin, 2 Juni 2008 | 15:56 WIB

JAKARTA, SENIN – Bukti-bukti yang dihadirkan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, terutama bukti rekaman telepon, membuat terdakwa kasus dugaan suap jaksa Kejaksaan Agung, Artalyta Suryani, tak bisa berkata-kata. Artalyta alias Ayin hanya mampu tersenyum saat mendengarkan bukti rekaman tersebut.

Sebab, dalam rekaman itu Ayin terbukti melakukan dan merencanakan transaksi suap agar penyelidikan kasus BLBI dihentikan oleh Kejagung. Dia juga terbukti sering melakukan percakapan dengan Untung Puji Santoso yang saat itu menjabat sebagai jaksa muda perdata umum Kejagung.

Dalam rekaman itu, Artalyta (A) sering berkonsultasi dengan Untung (U), seperti dalam kutipan percakapan berikut ini:

U: Urip? Yo ndak mungkin Urip bisa.

A: 0813…

U: Siapa?

A: Urip. Soalnya sekarang orangnya ada di depan.

U: Siapa?

A: Orang KPK. 0813…

U: Sopo?

A: Urip.

U: Yo ndak mungkin bisa. Kau kasih berapa?

A: 6

U: 6?

A: 660.000.

U: Berarti sekitar Rp4 miliar?

A: Rp6 M

U: 6 M!? Lailahaillah!

Percakapan antara keduanya juga terekam saat Urip tertangkap oleh tim KPK.

A: Mas, ini aku, Ayin. Tapi sudah pake nomor lain. Aman. Ketangkep KPK mas.

U: Urip?

A: Ho’oh.

U: Di mana?

A: Kan dia mau eksekusi itu kan.

U: Eksekusi apa?

A: Ya itu, biasa tanda terima itu?

U: Masalah apa? Perkara apa?

A: Ya sebenernya enggak ada perkara apa-apa. Itu lho Urip kita! Nah, sekarang telepon dulu Antasari (ketua KPK.red). Bagaimana cara ngamaninnya itu.

U: Ntar aku telepon Ferry (direktur penuntutan KPK.red).

A: Ferry udah, aku suruh Joko. Antasari mas, si Ferry udah. Duitnya dari aku.

U: Lho, enggak ada kaitannya kok. Kan belum gratifikasi. Belum 1 bulan kok. Gitu lho caranya.

Baca artikel selengkapnya di:

http://www.kompas.com/read/xml/2008/06/02/15564690/artalyta.tersenyum.dengar.rekaman.suapnya

Sumber: Kompas – Kamis, 12 Juni 2008

Artalyta Juga “Berkoordinasi” dengan Kemas dan Urip

Majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor yang mengadili terdakwa Artalyta Suryani dalam kasus dugaan penyuapan terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI, Rabu (11/6), meminta jaksa penuntut umum memperdengarkan rekaman pembicaraan antara terdakwa dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (saat itu) Kemas Yahya Rahman.

Percakapan Kemas dengan Artalyta terjadi pada 1 Maret 2008 pukul 13.00, sehari sebelum jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Percakapan itu juga sehari setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penghentian penyelidikan perkara BLBI yang ditangani Kejagung pada 29 Februari 2008.

Berikut percakapan Kemas Yahya Rahman dan Artalyta.

Artalyta (A): Halo

Kemas (K): Halo

A: Yah, siap.

K, sambil tertawa: Sudah dengar pernyataan saya kan?

A: Good, very good.

K: Jadi, tugas saya sudah selesai kan?

A: Siap, tinggal….

K: Sudah jelas kan, itu gamblang. Sekarang tidak ada permasalahan lagi.

A: Bagus itu.

K: Tetapi saya dicaci maki. Sudah baca Rakyat Merdeka?

A: Aaah, Rakyat Merdeka gak usah dibaca.

K: Saya disebut mau dicopot. Ha-ha-ha…. Jadi gitu ya.

Baca artikel selengkapnya di:

http://www.transparansi.or.id/?pilih=lihatberita&id=5568



Pak Jaksa Bergaya ‘WAH’

Tak Beda dengan Bosnya, Jaksa Agung, sejumlah jaksa hidup bak kaum jetset.



SEKILAS, bila menyimak penampilannya, orang-orang tak bakalan tahu kalau ia seorang jaksa. Gayanya lebih mirip pengusaha kelas kakap ketimbang seorang pegawai negeri sipil eselon IIA. Bajunya bermerek, lengkap dengan arloji Rolex di tangannya. Koleksinya yang lain pun tak kalah mentereng, mulai dari sejumlah mobil mewah—Mercy dan BMW seri terbaru—hingga beberapa rumah dan tanah. ”Ah, saya sih belum seberapa. Banyak kok jaksa yang lebih kaya,” ujarnya kepada TRUST.

Si jaksa itu mengaku memiliki dua rumah gedung di Surabaya dan Yogyakarta, serta lima kaveling tanah di berbagai kota. Ia mendapatkannya ketika menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari). Jaksa lain yang pernah menjabat Kajari Surabaya juga mengamini pengakuan koleganya itu.

Malah, kata jaksa yang kini sudah pensiun tersebut, ketika menjabat di Kejaksaan Agung, ia sering diperintah bosnya untuk membagikan uang kepada wartawan dan kolega si bos. ”Saya tidak tahu persis dari mana ia mendapatkan uang. Yang jelas, brankas uangnya itu selalu penuh dan tak pernah kosong,” kata mantan jaksa yang enggan disebut namanya itu.

Pengakuan Pak Jaksa yang kelewat berani itu rasanya bukan isapan jempol belaka. Lihat saja harta milik Jaksa Agung M.A. Rachman. Berdasarkan laporan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) pekan lalu, M.A. Rachman memiliki deposito sekitar Rp 811 juta, yang terdiri dari Rp 545,6 juta dan US$ 26.600. Selain itu, ia juga mengoleksi enam rumah, yakni satu di Surabaya, satu di Sidoarjo, dua di Sumenep (Madura), dan dua di Bekasi. Itu pun belum termasuk rumah di Cinere (Depok) yang tidak dicantumkannya.

Hebatnya lagi, ketika menikahkan putrinya, tempo hari, kabarnya M.A. Rachman menghabiskan duit sampai Rp 500 juta. Tidak heran bila Presiden Megawati di Istana, menurut sumber TRUST, sempat marah mendengar hajatan megah si Jaksa Agung. Sebagai contoh, demi acara itu, ia sampai memesan beberapa kamar di Hotel Borobudur yang tarifnya per malam jutaan rupiah. ”Kok perlu bermewah-mewah?” tukas Presiden Megawati. Kritik itu ia lontarkan secara terbuka.

Akibat kemarahan Presiden itu, Mentamben Purnomo Yusgiantoro yang kebetulan hendak menikahkan anaknya tak lama setelah Jaksa Agung mantu, terpaksa mengurungkan niatnya untuk menggelar pesta. Ia memilih merayakannya dengan cara yang sangat bersahaja di gereja.

Gaya hidup bak kaum jetset yang dipertontonkan para jaksa tentu saja membuat banyak orang curiga. Sebab, jika menilik gaji mereka, meskipun eselon I, mustahil mereka bisa sekaya itu, kecuali bila mendapat harta karun. Menurut Soeparman, mantan Plh. Jaksa Agung, gaji bersih seorang Jaksa Agung tak lebih dari Rp 18 juta per bulan. Sementara untuk level Jaksa Agung Muda (JAM) sekitar Rp 8 juta, sedangkan eselon II sekitar Rp 5 juta.

Barman Zahir yang menjabat Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, mengaku hanya mendapat Rp 4,1 juta sebulan. Itu pun sudah termasuk tunjangan fungsional, beras, dan keluarga. ”Tapi harap dicatat, gaji itu saya dapat setelah kerja 34 tahun di kejaksaan,” ucap Barman dengan nada keras. Jumlah tunjangan itu bervariasi, mulai dari Rp 600 ribu hingga Rp 2,5 juta.

ORDER PERKARA SAMPAI MINTA PROYEK

Lalu, dari mana para jaksa yang kaya raya itu mendapat limpahan harta yang begitu besar? ”Jaksa kan punya jaringan. Banyak pengusaha yang sering memberi uang terima kasih,” tutur jaksa perlente tadi.

Nah, tentang daerah basah, ia menunjuk Surabaya dan Medan sebagai tanah impian jaksa. ”Sogokannya tak kalah dahsyat dengan di Jakarta,” ujarnya. Uniknya, M.A. Rachman juga pernah menikmati indahnya dua daerah itu. ”Makanya perutnya buncit, kantongnya tebal,” ucap jaksa itu dengan ketus.

Seorang jaksa lain yang masih aktif kemudian mengungkapkan pengalamannya selama bertugas di Kalimantan. Sebagai pimpinan di Kejaksaan Tinggi (Kejati), otomatis ia bisa berhubungan dengan sejumlah penggede daerah itu, mulai dari anggota Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) sampai pengusaha-pengusaha kakap. Nah, berkat hubungan baik itulah ia sering mendapat uang tambahan, terutama sumbangan dari para pengusaha yang menjadi kolega mereka. ”Hampir semua pejabat kejaksaan menerima uang siluman itu. Dari Muspida saja, yang notabene duit legal karena ada dalam APBD, saya terima Rp 2,5 juta sebulan,” kata jaksa yang juga enggan disebut namanya itu.

Jumlah sumbangan yang diterima jaksa bervariasi, tergantung jabatannya. Sekadar ilustrasi, sebagai orang nomor dua di Kejati, ia mendapat setoran Rp 6 juta per bulan dari bandar togel. Sementara pimpinannya mendapat Rp 20 juta. ”Tapi polisi malah lebih besar lagi, bisa Rp 100 juta,” ujarnya setengah membela diri. Jumlah itu hanya dari satu pengusaha, belum dari pengusaha lain yang mendapat proyek lewat kolusi jaksa dengan Muspida.

Nyanyian lain tentang kemaruknya jaksa datang dari seorang pengacara. Katanya, untuk bisa negosiasi dengan jaksa, paling tidak harus menyiapkan dana Rp 500 juta. “Ada yang minta mateng berupa barang seperti rumah atau jam tangan, misalnya Rolex. Tapi ada juga yang minta duit,” ungkapnya.

Pembagian duitnya pun bervariasi sesuai kepangkatan. Kajati, misalnya, mendapat Rp 250 juta. Pejabat setingkat Asisten Jaksa Tinggi mendapat Rp 125 juta. Lalu, sisanya diberikan kepada jaksa cere yang mondar-mandir di pengadilan. “Kami membayar setelah putusan diketuk dan biasanya di Hotel Sahid dan Hotel Kartika Chandra,” tutur si pengacara.

BOBROK DI DALAM

Melimpahnya harta di kalangan jaksa itu bukan berarti membuat pihak kejaksaan tutup mata. Malah, menurut Barman, sampai Juli 2002, pihak kejaksaan telah menjatuhkan hukuman disiplin kepada 155 orang, 44 orang di antaranya adalah jaksa. “Dari 44 jaksa itu, 21 orang dikenai hukuman ringan berupa teguran, 18 orang ditunda kenaikan pangkatnya, dan lima jaksa yang kena hukuman berat dipecat,” kata Barman.

Menurut sumber di Kejaksaan Agung, kalau kejaksaan mau menertibkan pasukannya, mestinya semua jaksa kena. Pasalnya, kebobrokan itu dimulai dari sistem yang amburadul di Kejaksaan. Misalnya, untuk menduduki kursi Kajari, seorang jaksa harus menyiapkan duit Rp 50 juta, sedangkan untuk Kajati Rp 300 juta. Bahkan, untuk ikut Pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA) saja harus setor Rp 10 juta. “Makanya kalau sudah jadi pimpinan, mereka cepat-cepat cari duit. Ya biar balik modal-lah,” ujar sumber itu.

Baca artikel selengkapnya di:

http://www.majalahtrust.com/fokus/fokus/24.php

Majalah Trust/Fokus/1/2002

Selasa, 09 November 2004

Tarif Jaksa Kejati DKI US$ 100 ribu! – ‘Nyanyian’ para Terdakwa Kasus BNI

FAKTA yang terkuak di balik skandal BNI senilai Rp 1,3 triliun terus saja mengalir. Para terdakwa yang kini sedang dalam proses pengadilan ‘bernyanyi’ tentang persekongkolan antara polisi dan jaksa dengan para terdakwa.

Semula nyanyian tak sedap menimpa kalangan polisi dalam hubungan dengan Adrian Herling Waworuntu. Terdakwa yang sempat melarikan diri ke luar negeri itu disebut-sebut memberi sejumlah uang kepada polisi untuk kepentingannya. Tentu saja, tidak ada polisi yang mengaku. Adrian pun membantah telah menyogok.

Lalu nyanyian fals sekarang terlontar dari kalangan terdakwa ke alamat kejaksaan. Menurut pengakuan seorang terdakwa, Harris Is Artono, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Marwan Effendi, memasang tarif US$100 ribu untuk bisa mengatur berkas perkara para terdakwa.

Sebagaimana nyanyian miring kepada polisi, nyanyian tak sedap ke alamat aparat kejaksaan juga dibantah para jaksa yang disebut. Dalam negara yang katanya sangat menjunjung supremasi hukum, seseorang tidak boleh dikatakan bersalah sebelum pengadilan mengetuk palu. Palu pengadilan adalah kata akhir tentang kebenaran dan kesalahan.

Apa yang menarik dari nyanyian para terdakwa itu? Yang menarik adalah kebenaran yang dipersengketakan antara fakta dan bukti hukum. Dan sengketa itulah yang selama ini menyelimuti kesuburan pelanggaran hukum di negeri ini.

Di depan mata kita menyaksikan dengan telanjang percaloan perkara. Ada orang tertentu yang menelepon dan menghubungi terdakwa. Mereka mengaku sebagai kaki tangan polisi dan jaksa untuk mengatur perkara. Ada perundingan, ada tawar-menawar dan tentu saja ada pembayaran.

Tetapi, fakta-fakta ini menjadi tidak bermanfaat sama sekali di depan pengadilan karena tidak menjadi fakta hukum. Fakta hukum membutuhkan saksi dan bukti pembayaran dan perundingan seperti kuitansi atau rekaman pembicaraan.

Mafia peradilan di negeri ini tidak akan bisa diberantas selama fakta tidak diakui sebagai bukti. Padahal, fakta yang selalu dikalahkan itu adalah bagian terpenting dari praktik mafia peradilan.

Di negara dengan tingkat korupsi yang demikian tinggi seperti Indonesia, dengan tingkat kecanggihan menghindari bukti yang demikian licin, keraguan terhadap fakta seharusnya bisa dipakai sebagai kebenaran. Artinya, pengakuan seorang terdakwa bisa dipakai sebagai alat bukti.

Tentu saja keinginan ini hanya bisa dilaksanakan kalau kita berani memakai asas pembuktian terbalik. Bukan saksi dan jaksa yang harus membuktikan seorang terdakwa bersalah, tetapi si terdakwa yang harus membuktikan bahwa tuduhan terhadapnya tidak berdasar. Dan, untuk memuluskan pembuktian terbalik harus ada undang-undang perlindungan saksi. Jangan sampai–dan ini sudah sering terjadi–seseorang yang melapor tentang penyelewengan orang lain malah dijadikan tersangka dan dijebloskan ke dalam penjara.

http://www.mediaindo.co.id/editorial.asp?id=2004110901071906

10/10/2002 05:18 Dialog Interaktif

Rachman, Jaksa Agung atau Juragan?

Liputan6.com, Jakarta: Borok Kejaksaan Agung terkuak sudah. Pemeriksaan terhadap Jaksa Agung M.A. Rachman menjadi gongnya. Rachman ketahuan memiliki rumah mewah tapi tak melapor ke Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Lantaran itu, kini, Rachman tengah disorot. Masalah ini juga diangkat dalam Debat Minggu Ini yang dipandu Rossiana Silalahi di Studio SCTV Jakarta, Rabu (9/10) malam. Hadir sebagai pembicara adalah Rudjuan Dartono, Ketua Tim Khusus Kasus A. Rachman dan Guru Besar Pidana Universitas Hasanuddin Prof. DR. M. Ali, plus Ketua Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Deddy Prihambudi.

Adalah Kito Irkhamni, mantan Kepala Seksi I Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung yang buka mulut. Rachman membeli rumah di kawasan Cinere dengan uangnya. Sebenarnya, jumlah total rumah megah di kawasan elite itu Rp 600 juta. Ketika menagih, Rachman mengajak dia ke luar ruangan dan mengatakan cuma mempunyai Rp 300 juta. “Tapi kamu senang tho, umpamanya kamu saya jadikan kepala. Saya jawab, waduh pak cita-cita saya cuma dua, kalau ndak kaya, ya, karier. Jadi saya terima Rp 300 juta tanpa kuitansi,” ujar Kito.

Dia dijanjikan menjadi kepala di Sungai Liat, Bangka. Tapi, ketika berangkat ke sana, tempat tersebut sudah ditempati orang lain. “Dikerjain saya,” ujar pemborong ini. Dia pun mencoba mencari jawaban ke kepala bagian personalia. Tapi, dia hanya mendapat komentar singkat: itu urusan Jaksa Agung. Kedongkolan Kito sampai ke ubun-ubun. Maklum, dia cukup banyak “berkorban” untuk sang bos.

Baca artikel selengkapnya di:

http://www.liputan6.com/news/?id=42939
 
sumber : infoindonesia.wordpress.com

Tujuh Kandidat Ratu Koruptor Indonesia

SOLO, suaramerdeka.com – Tutup tahun 2011 tinggal sebentar lagi. Tujuh wanita yang masuk nominasi "Women of The Year 2011" berebut simpati warga saat Car Free Day (CFD) di Jalan Slamet Riyadi, Minggu (18/12).

Ya, mereka adalah wanita yang selama 2011 ini menjadi sorotan publik karena menjadi tersangka dan masih terduga dalam berbagai kasus korupsi. Ada Nunun Nurbaetie Daradjatun dan Miranda Gultom (kasus cek pelawat pemilihan Gubernur BI), Rosalinda Manulang dan Angelina Sondakh (kasus wisma atlet Sea Games), Melinda Dee (Kasus pembobol dana nasabah Citibank), Andi Nurpati (kasus pemalsuan surat pemilu), dan yang terakhir Wa Ode Ida Nurhayati (kasus badan anggaran DPR RI).

"Kami memperebutkan ratu koruptor. Pokok saya harus mengalahkan enam lawan saya yang kapasitasnya tidak diragukan lagi dalam korupsi," celetuk Melinda Dee yang diperankan Yulia Nur Hayati dengan gaya centilnnya usai berkampanye untuk memperebutkan "ratu koruptor" tersebut.

Tak ayal acara yang dipusatkan di bawah jembatan penyeberangan di depan Museum Radya Pustakan itu menarik warga yang sedanga menikmati CFD itu. Bukannya bersimpati, namun ketujuh kandidat itu justru dicaci maki. Seakan mereka tidak patut mengadakan kampanye di Kota Solo yang notebene bersih dari korupsi. "Apa-apaan mereka kampanye hal buruk di Solo. Jadi ratu koruptor kok bangga ya. Orang Solo, khususnya wanita jangan pernah meniru apa yang mereka lakukan," ujar seorang warga Tri Handayani saat melintas bersama rekan-rekannya dengan nada mengejak.

Nur Awalia, peserta aksi lainya mengatakan, sebenarnya aksi tersebut sebagai bentuk sentilan atas merebaknya wanita pejabat yang terlibat kasus suap maupun korupsi. Aksi tersebut juga sebagai bentuk dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan uang yang dilakukan oleh ketujuh wanita tadi. "Dan masyarakat pun hafal dengan wajah-wajah mereka. Pasalnya satu tahun ini seringnya nongol di televisi, karena diberitakan kasusnya," jelas mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu. ( Asep Abdullah / CN32 / JBSM ) 
 
sbr : suaramerdeka.com

Miliaran Rupiah di 2011 Terindikasi Dikorupsi 148 PNS

Jakarta – KIC : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selama 2011 mendapatkan laporan transaksi mencurigakan terkait korupsi terhadap 294 nasabah di bank. Hampir 50% atau mencapai 148 orang tersebut merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Data PPATK selama 2011 terlapor PNS ada sebanyak hampir 50% atau 148 orang dari 294 terlapor. Sebanyak 67 terlapor berasal dari PNS daerah dan 86 terlapor dari PNS Pusat,” ungkap Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kepada wartawan di Jakarta, Selasa (27/12/2011).

Berdasarkan data PPATK, Agus mengatakan sebanyak 42 kasus indikasi korupsi tersebut nominalnya di bawah Rp 1 miliar per transaksi. Sedangkan 70 kasus nominal Rp 1 miliar sampai dengan Rp 2 miliar dan nominal Rp 2 miliar sampai di bawah Rp 3 miliar ada 33 kasus.

“Untuk nominal Rp 3 miliar sampai di bawah Rp 4 miliar ada 13 kasus, nominal Rp 4 miliar sampai di bawah Rp 5 miliar ada 7 kasus dan Rp 5 miliar ke atas ada 60 kasus,” ungkapnya.

Dijelaskan Agus, yang digolongkan Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa/nasabah. “Untuk kasus perkasus kita ditelusuri satu persatu kemana saja dana haram itu mengalirnya,” pungkasnya.

(Herdaru Purnomo/dru/hen/detiknews/foto: ppi-grips) www.koruptorindonesia.com

Guru dan Dosen pun Sudah Pandai Korupsi

REDAKSI : Setelah beberapa waktu lalu kita diberi sajian berita tentang kampusnya tokoh tokoh nasional, Universitas Indonesia didera angin busuk korupsi. Sejumlah civitas akademika Universitas Indonesia (UI) mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menyerahkan data temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kelebihan pembangunan perpustakaan Universitas Indonesia (UI) sebesar Rp 2 miliar.

Berlanjut beberapa hari kemarin KPK menengarai M Nazaruddin terkait dengan proyek Revitalisasi Sarana dan Prasarana di Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Kemendiknas tahun anggaran 2007 silam. Yang pada akhirnya KPK menemukan ada masalah dalam proyek itu yang tersebar di lima universitas yaitu Universitas Negeri Jakarta, Universitas Sriwijaya, Palembang, Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten, dan Universitas Malang.

Dalam sejarah perubahan peradaban kita ketahui meraka yang paling bisa mengambil peran adalah kelompok manyarakat terdidik menengah. Dan salah satu kelompok masyararakat terdidik menengah ini adlah mereka yang telah lulus dari perguruan tinggi.

Dengan kondisi para pemimpin perguruan tinggi ternyata juga telah pula rusak akhlaq dengan terlibat kasus korupsi dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan bagian dana dari negara meskipun untuk kemajuan kampusnya jelas merusak pandangan kita terhadap dunia pendidik.

Ketika kita mengingat pepatah guru kencing berdiri maka kurid kencing berlari, maka jelaslah kalau rektor terlibat dalam kasus korupsi, maka murid akan menirukan dengan modus yang lebih cantik dan lebih besar dalam ”mencuri”.

Dunia pendidikan yang salah satu tugasnya mencerdaskan kehidupan bangsa, ternyata dipimpin oleh rektor yang korup proyek proyek pemerintah, kepala sekolah yang korup Dana Alokasi Khusus pendidikan, Guru yang hanya mengejar sertifikasi dalam rangka kenaikan gaji denga ”membeli” ijasah dan sertifikat piagam  seminar .

Dengan segala keadaan ini kita harus masih berkeyakinan bahwa tetap ada masa depan generasi yang bersih dari sikap korup. ….. semoga

(suryokoco/foto:suaraborneo) www.koruptorindonesia.com

Singapura Negara Favorit Bagi Koruptor Indonesia

batavia.com - Singapura adalah negara tujuan dari para koruptor di Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri, karena memiliki beberapa nilai lebih. Menurut Emerson Yuntho, Wakil Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), anggota ASEAN ini secara geografis dekat dengan Indonesia, sehingga koruptor yang sudah melarikan diri ke Singapura masih bisa mengatur bisnisnya dari sana.

Tambahan lagi Pemerintah Singapura belum ada perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Indonesia.
"Pemerintah Indonesia sudah menawarkan kerjasama ekstradisi terhadap pelanggar hukum atau koruptor Indonesia kepada Pemerintah Singapura pada 2007, tapi belum ada penyelesaian hingga sekarang," ujarnya di Jakarta, Sabtu (11/6).

Koruptor warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Singapura, kata Emerson, juga tidak bisa dipaksa pulang ke Indonesia, karena aturan hukum di Singapura memungkinan bagi koruptor untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan di Singapura.

"Dalam 10 tahun terakhir, ada 45 koruptor kabur ke luar, 20 diantaranya ke Singapura. Koruptor yang berhasil dibawa pulang ke Indonesia, karena dibujuk untuk pulang secara baik-baik, bukan dipaksa pulang," katanya.

Emerson mencontohkan, Gayus Tambunan, tersangka pada kasus mafia pajak, berhasil dibawa pulang ke Indonesia, karena dibujuk untuk pulang secara baik-baik dari sana.

Saat ini dua warga negara Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri, salah satunya berada di Singapura, yaitu Muhammad Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti.

Muhammad Nazaruddin diduga terkait pada kasus penyuapan terhadap Sekretaris Kementrian Pemuda dan Olahraga untuk proyek pembangunan Wisma Atlet untuk SEA Games di Palembang serta dugaan penyuapan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi.

Sedangkan, Nunun Nurbaeti adalah tersangka pada kasus pemberian cek perjalanan kepada sejumlah anggota DPR RI, pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom, tahun 2004. O brn.
sbr : www.beritabatavia.com

Daftar 20 Koruptor Yang Sembunyi di Singapura

Daftar 20 Koruptor Yang Sembunyi di Singapura.

DUA puluh dari 45 koruptor Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri dipastikan berlindung di Singapura. Indonesia tidak berdaya membawa pulang para pengemplang uang negara itu karena tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Singapura.

Banyaknya para koruptor Indonesia yang memilih Singapura sebagai tempat melarikan diri, menurut Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, karena negara itu memberi banyak kemudahan dan perlindungan. “Sehingga Singapura menjadi surga bagi koruptor Indonesia,” ungkap Emerson dalam diskusi “Koruptor Ngeloyor Negara Tekor” di Jakarta, Sabtu 11 Juni 2011.

Menurut dia, Singapura menjadi surga bagi koruptor RI karena secara geografis masih dekat dengan Indonesia. Sehingga koruptor yang sudah melarikan diri masih bisa mengatur bisnisnya dari Singapura

Kecuali itu, belum adanya perjanjian ekstradisi antara pemerintah Singapura dan Indonesia menjadikan Singapura aman untuk dihuni para koruptor. Mereka tidak perlu cemas sewaktu-waktu diciduk begitu saja oleh aparat hukum Indonesia.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia sudah menawarkan kerja sama ekstradisi terhadap pelanggar hukum dengan pemeritah Singapura pada 2007, tapi sejauh ini belum mendapat tanggapan serius. Apalagi, Singapura mengajukan kompensasi yang cukup berat yaitu menjadikan sebuah kawasan Indonesia di wilayah timur sebagai pangkalan militernya.

Koruptor warga negara Indonesia yang berada di Singapura, kata Emerson, juga tidak bisa dipaksa pulang ke Indonesia karena aturan hukum di Singapura memungkinan mereka untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan di Singapura.

“Belum ada koruptor yang berhasil dibawa pulang ke Indonesia secara paksa. Tetapi, dibawa pulang secara baik-baik ada. Itu pun tak lebih satu orang yakni Gayus Tambunan,” ungkap Emerson.

Singapura kembali menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia karena ada dua warga negara Indonesia yang sedang menjadi buah bibir akibat keterlibatannya dalam kasus kurupsi melarikan diri ke negara itu, yakni Muhammad Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti.

Muhammad Nazaruddin diduga terlibat penyuapan terhadap Sesmenpora Wafid Muharam terkait proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang serta dugaan penyuapan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M Gaffar.

Sedangkan Nunun Nurbaeti adalah tersangka kasus pemberian cek perjalanan kepada sejumlah anggota DPR pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S Goeltom, pada 2004 silam. (egh/ham).

sbr : matanews.com

Kasus Korupsi BLBI

Dana BLBI banyak yang diselewengkan oleh penerimanya. Proses penyalurannya pun banyak yang melalui penyimpangan-penyimpangan. Beberapa mantan direktur BI telah menjadi terpidana kasus penyelewengan dana BLBI, antara lain Paul Sutopo Tjokronegoro, Hendro Budiyanto, dan Heru Supratomo.
Bank Ficorinvest: mantan presdir Ficorinvest, Supari Dhirdjoprawiro dan S. Soemeri divonis hukuman 1,5 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan pada tanggal 13 Agustus 2003. Saat ini masih bebas karena mengajukan kasasi.
Bank Umum Servitia: dirut Servitia, David Nusa Wijaya divonis 8 tahun penjara oleh MA pada tanggal 23 Juli 2003, sempat melarikan diri ke AS namun tertangkap di sana.
Bank Harapan Sentosa: Hendra Rahardja dihukum seumur hidup, namun melarikan diri ke Australia dan meninggal di sana, Eko Adi Putranto dan Sherly Konjogian, divonis 20 tahun, namun juga melarikan diri ke Australia.
Bank Surya: Bambang Sutrisno dan Adrian Kiki Ariawan, dihukum seumur hidup, namun melarikan diri ke Singapura
Bank Modern: Samadikun Hartono, divonis 4 tahun, melarikan diri.
Bank Pelita: Agus Anwar, dalam proses pengadilan, namun sudah melarikan diri.
Bank Umum Nasional: Sjamsul Nursalim, penyidikan dihentikan.
Bank Asia Pacific (Aspac): Hendrawan Haryono, mantan wakil dirut Aspac divonis 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Bank Indonesia Raya (Bank Bira): Atang Latif, melarikan diri ke Singapura sebelum kasusnya disidangkan.
http://id.wikipedia.org

Penayangan foto dan data para koruptor di televisi dan media massa

Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menayangkan foto dan menyebarkan data para buronan tindak pidana korupsi yang putusan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. Data dan foto 14 belas koruptor tersebut direncanakan ditayangkan di televisi dan media massa dengan frekuensi seminggu sekali.

Mereka adalah:

  1. Sudjiono Timan - Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)
  2. Eko Edi Putranto - Direksi Bank Harapan Sentosa (BHS)
  3. Samadikun Hartono - Presdir Bank Modern
  4. Lesmana Basuki - Kasus BLBI
  5. Sherny Kojongian - Direksi BHS
  6. Hendro Bambang Sumantri - Kasus BLBI
  7. Eddy Djunaedi - Kasus BLBI
  8. Ede Utoyo - Kasus BLBI
  9. Toni Suherman - Kasus BLBI
  10. Bambang Sutrisno - Wadirut Bank Surya
  11. Andrian Kiki Ariawan - Direksi Bank Surya
  12. Harry Mattalata alias Hariram Ramchmand Melwani - Kasus BLBI
  13. Nader Taher - Dirut PT Siak Zamrud Pusako
  14. Dharmono K Lawi - Kasus BLBI

sumber : id.wikipedia.org

Daftar 45 Koruptor Indonesia yang Lari ke Luar Negeri

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Belakangan, pemberitaan soal korupsi di Indonesia didominasi oleh dua nama: Muhammad Nazaruddin dan Nunun Nurbaeti. Keduanya pergi ke Singapura dengan alasan sakit dan menjalani pemeriksaan di negeri itu.


Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games di Palembang. Nunun, isteri mantan Wakapolri Adang Darajatun, adalah tersangka kasus dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 yang dimenangkan Miranda Goeltom. Dari Singapura, Nunun diduga kabur ke Kamboja atau Thailand. Paspor keduanya telah dicabut.

Sekadar mengingatkan, menurut catatan Indonesian Corruption Watch (ICW), bukan hanya dua orang itu saja yang kabur ke luar negeri dan menjadi buruan aparat penegak hukum. ICW mencatat, sejak 2001 ada 43 orang lainnya yang juga kabur ke luar negeri. Mereka seperti hilang ditelan bumi dan kasusnya seperti tenggelam.

"Ini merupakan daftar terduga, tersangka, terdakwa, terpidana, dugaan perkara korupsi yang diduga telah dan pernah melarikan diri ke luar negeri dari 2001 hingga saat ini," ujar aktivis ICW Tama S Langkun kepada Kompas.com di Jakarta, Minggu (3/7/2011).

Singapura adalah tujuan favorit karena Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan negara itu. Dari Singapura, beberapa di antara lalu pergi ke negara-negara lain. Berikut daftar 45 orang yang terjerat hukum Indonesia dan melarikan diri ke luar negeri:

1. Sjamsul Nursalim, terlibat dalam kasus korupsi BLBI Bank BDNI. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 6,9 triliun dan 96,7 juta dollar Amerika. Kasus Sjamsul masih dalam proses penyidikan. Namun kasusnya dihentikan (SP3) oleh Kejaksaan.

2. Bambang Sutrisno, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bambang lari ke Singapura dan Hongkong. Pengadilan memvonis Bambang in absentia.

3. Andrian Kiki Ariawan, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1,5 triliun. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Andrian kabur ke Singapura dan Australia. Pengadilan kemudian memutuskan melakukan vonis in absentia.

4. Eko Adi Putranto, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS. Kasus korupsi Eko ini diduga merugikan negara mencapai Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Australia. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis in abenstia 20 tahun penjara.

5. Sherny Konjongiang, terlibat dalam korupsi BLBI Bank BHS bersama Eko Adi Putranto dan diduga merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Pengadilan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara, in absentia.

6. David Nusa Wijaya, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Servitia. Ia diduga merugikan negara sebesar Rp 1,29 triliun. Sedang dalam proses kasasi. David melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Namun, ia tertangkap oleh Tim Pemburu Koruptor di Amerika.

7. Samadikun Hartono, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Modern. Dalam kasus ini ia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp169 miliar. Kasus Samadikun dalam proses kasasi. Ia melarikan diri ke Singapura.

8. Agus Anwar, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Pelita. Dalam kasus ini ia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp. 1,9 triliun Kasusnya saat itu masih dalam proses penyidikan. Saat melarikan diri ke Singapura, ia diberitakan mengganti kewarganegaraan Singapura. Proses selanjutnya tidak jelas.

9. Sujiono Timan, kasus korupsi BPUI. Sujiono diduga merugikan negara 126 juta dollar Amerika. Proses hukum kasasi. Ia melarikan diri ke Singapura.

10. Maria Pauline, kasus pembobolan BNI. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,7 triliun. Proses hukumnya masih dalam penyidikan dan ditangani Mabes Polri. Maria kabur ke Singapura dan Belanda.

11. GN (mantan direktur dan komisaris PT MBG). Ia menyewa aset BPPN dengan kerugian negara Rp 60 miliar. Kasus masih dalam penyidikan dan dalam penanganan Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Singapura.

12. IH (mantan direktur dan komisaris PT MBG). IH menyewa aset BPPN dengan kerugian negara Rp 60 miliar. Kasusnya masih dalam penyidikan dan dalam penanganan Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Singapura.

13. SH, (mantan direktur dan komisaris PT MBG). SH menyewa aset BPPN dengan kerugian negara Rp 60 miliar. Kasusnya masih dalam penyidikan dan dalam penanganan Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Singapura.

14. HH (mantan direktur dan komisaris PT MBG). HH menyewa aset BPPN dengan kerugian negara Rp 60 miliar. Kasusnya masih dalam penyidikan dan dalam penanganan Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Singapura.

15. Djoko S Tjandra, terlibat dalam kasus korupsi Cessie Bank Bali. Kasus ini merugikan negara Rp 546 miliar. Vonis PK 2 tahun penjara. Djoko melarikan diri ke Singapura dan masuk dalam DPO.

16. Gayus Tambunan, terlibat dalam korupsi/suap pajak. Ia merugikan negara sebesar Rp 24 miliar. Putusan pengadilan 7 tahun penjara. Sempat kabur ke Singapura, tetapi berhasil dibujuk oleh Satgas Anti Mafia dan kembali ke tanah air.

17. Anggoro Widjojo, kasus SKRT Dephut. Merugikan negara sebesar Rp 180 miliar. Dalam proses penyidikan ke KPK. Anggoro lari ke Singapura dan masuk dalam DPO.

18. Nunun Nurbaeti, kasus dugaan suap Cek Pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Kasus Nunun saat ini dalam tahap penyidikan di KPK. Istri Adang Daradjatun ini masuk dalam DPO. Terakhir dikabarkan ia lari ke Thailand.

19. Robert Dale Mc Cutchen, kasus Karaha Bodas. Rugikan negara senilai Rp 50 miliar. Ia masuk dalam DPO, lari ke Amerika Serikat.

20. Marimutu Sinivasan, kasus korupsi Bank Muamalat. Kasus ini merugikan negara Rp 20 miliar. Masuk dalam proses penyidikan Mabes Polri. Marimutu melarikan diri ke India.

21. Nader Thaher, terlibat kasus korupsi kredit Bank Mandiri oleh PT Siak Zamrud Pusako. Diduga merugikan negara senilai Rp 35 miliar. Nader divonis di Mahkamah Agung 14 tahun penjara. Melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO.

22. Lesmana Basuki, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Lesmana divonis di Mahkamah Agung 14 tahun penjara. Ia melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO. ICW menyatakan tak jelas perkembangan terakhir kasus ini.

23. Tony Suherman, diduga terlibat dalam kasus korupsi Sejahtera Bank Umum (SBU). Dalam kasus ini diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika. Tony divonis 2 tahun penjara. Ia melarikan diri ke Singapura dan menjadi DPO. ICW menyatakan tak jelas perkembangan terakhir kasus ini.

24. Hendra Rahardja, terlibat kasus korupsi BLBI Bank BHS. Kasus ini merugikan negara sebesar Rp 2,659 triliun. Ia divonis in absentia seumur hidup di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hendra meninggal di Australia pada 2003, dengan demikian kasus pidananya gugur.

25. Hartawan Aluwi, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.

26. Hendro Wiyanto, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.

27. Dewi Tantular, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.

28. Anton Tantular, terlibat kasus Bank Century. Kasus ini merugikan negara Rp 3,11 triliun. Kasus tersebut dalam penyidikan di Mabes Polri, Namun, menurut ICW perkembangan kasus tersebut tak jelas. Ia dikabarkan lari ke Singapura.

29. Hesyam Al-Waraq, terlibat kasus Bank Century dengan kerugian negara Rp 3,11 triliun. Ia dikabarkan kabur ke Singapura dan Inggris.

30. Rasat Ali Rizfi, terlibat kasus Bank Century dengan kerugian negara Rp 3,11 triliun. Ia dikabarkan kabur ke Singapura dan Inggris.

31. Adelin Lis, terlibat dalam korupsi Kehutanan dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 119 miliar. MA memvonis 8 tahun penjara. Ia pergi ke China dan Australia, masuk dalam DPO.

32. Atang Latief terlibat dalam korupsi BLBI Bank Indonesia Raya dengan kerugian negara Rp 155 miliar. Kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Atang melarikan diri ke Singapura. Menurut ICW, masih berstatus terduga. Masuk daftar cekal. Proses hukum tidak jelas

33. Edy Tanzil, membobol Bank Bapindo Rp 1,3 triliun melalui perusahaanya PT. Golden Key. Sempat mendekan di LP Cipinang namun melarikan diri pada 4 Mei 1996. Ia dikabarkan lari ke China.

34. Hari Matalata, terlibat dalam kasus ekspor tekstil seniliai Rp 1,6 miliar. Ia divonis di MA. Ia melarikan diri ke Singapura dan masuk dalam DPO.

35. Muhammad Nazaruddin, diduga terlibat dalam kasus suap pembangunan wisma atlet Sea Games di Palembang. Diduga, negara dirugikan Rp 25 miliar. Kasus dalam proses penyidikan di KPK. Ia telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia masuk Singapura pada 23 Mei 2011, sehari sebelum Imigrasi menerbitkan surat pencekalan pada 24 Mei 2011.

36. KKT (Warga Negara Singapura), terlibat dalam dugaan korupsi jaringan komunikasi PT Telkom Divisi Regional Sulawesi Selatan. Ia diduga merugikan negara Rp 44,6 miliar. Kasusnya dalam penyidikan. Ia melarikan diri ke Singapura dan masuk daftar DPO.

37. Sukanto Tanoto, terlibat dalam dugaan korupsi wesel ekspor Unibank. Ia diduga merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika. Ia lari ke Singapura. Menurut ICW, Sukanto masih terduga namun diberitakan menjadi tersangka. Proses hukum tidak jelas.

38. Lidya Muchtar, terkait kasus BLBI Bank Tamara. Tak tercatat asal perusahaannya. Ia melarikan diri ke China. Kasus tersebut dalam proses penyelidikan. Ia melarikan diri ke Singapura.Menurut ICW masih Lidya terduga. Masuk daftar cekal dan proses hukum tidak jelas.

39. Hendra Liem alias Hendra Lim, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.

40. Hendra alias Hendra Lee, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.

41. Budianto, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.

42. Amri Irawan, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.

43. Rico Santoso, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini rugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Amerika Serikat.

44. Irawan Salim, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini merugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke Amerika Serikat.

45. Lisa Evijanti Santoso, terlibat dalam kasus Bank Global. Kasus ini rugikan negara 500 ribu dollar Amerika. Kasus ini masih penyidikan di Mabes Polri. Ia melarikan diri ke China.


banjarmasin.tribunnews.com